Estetika

Estetika sejak zaman yunani kuno sudah menjadi suatu hal yang berkaitan dengan Keindahan ( beauty). Kemudian persoalannya,apakah keindahan itu?.

- Keindahan dalam arti luas

Semula merupakan pengertian dari bangsa yunani, yang didalamnya tercakup juga kebaikan. Plato misalnya menyebut tentang watak yang indah dan hukum yang indah. Sedangkan Aresto teles merumuskan keindahan sebagai suatu yang selain baik juga menyenangkan.
Jadi, estetika dalam arti seluas-luasnya meliputi:
keindahan seni, keindahan alam, keindahan moral, keindahan intelektual

- Keindahan dalam arti terbatas

Lebih disempitkan sehingga hanya menyangkut benda-benda yang diserap oleh penglihatan, yakni berupa keindahan dari bentuk dan warna yang kasat mata
Dari dua pendapat diatas tentang keindahan masih belum bisa memuaskan pertanyaan akan arti keindahan itu sendiri. Hal ini memang merupakan persoalan filsafati yang memiliki jawaban beragam. Salah satu jawaban mencari ciri-ciri umum yang pada semua benda yang dianggap indah dan kemudian menyamakan ciri-ciri hakiki itu dengan pengertian keindahan.
Jadi keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kualita pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Kualita yang paling sering disebut adalah kualita (unity), keselarasan (harmoni), kesetangkupan( symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan ( contrast).

Estetika subyektif dan Estetika Obyektif

Ada dua teori tentang keindahan , yaitu yang bersifat subyektif dan obyektif.

- Keindahan subyektif ialah keindahan yang ada pada mata yang memandang
- Keindahan obyektif ialah menempatkan keindahan pada benda yang dilihat

Dari pandangan tersebut dapat di katakana bahwa estetika memiliki dua teori.
secara lebih sederhana teori estetika subyektif ialah menekankan pada penganalisaan seseorang. Maksudnya  Teori ini menyatakan bahwa nilai adalah sepenuhnya tergantung pada  pengalaman manusia mengenai nilai itu,
sedangkan estetika obyektif merupakan  teori yang menekankan pada penganalisaan benda seni atau karya yang sudah ada. pada pokoknya berpendapat bahwa nilai-nilai merupakan unsur-unsur yang tersatu padukan,obyektif dan aktif dari realita metafisis..
Jika kembali pada pandangan klasik kuno tentang seni dan keindahan maka pendapat para ahli kala itu sangat mendukung hubungan tersebut

Sortais menyatakan bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan sebagai sifat obyektif dari bentuk (l’esthetique et la science du beau)

Lipps berpendapat bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan perasaan subyektif atau pertimbangan selera (die kunst ist die geflissenlinche hervorbringung des schones).

Istilah dan pengertian keindahan tidak lagi mempunyai tempat yang terpenting dalam estetika karena sifatnya yang makna ganda untuk menyebut berbagai hal, bersifat longgar untuk di muati macam-macam ciri dan juga subjektif untuk menyatakan penilaian pribadi terhadap sesuatu yang kebetulan menyenangkan.
Bahkan orang dapat menyebut serangkaian bunga yang sangat berwarna-warni sebagai hal yang indah dan suatu pemandangan alam yang tentang indah pula. Orang juga dapat menilai sebagai indah sebuah patung yang bentuk-bentuknya setangkup. Sebuah lagu yang isinya selaras dan sebuah sajak yang isinya menggugah perasaan. Konsepsi yang bersifat demikian akan sangat sulit jika dijadikan dasar untuk menyusun suatu teori yang estetik.

Teori-teori yang dikemukakan Herbert Read

Teori Objektif dan teori subjektif


Teori Objektif berpendapat bahwa keindahan atau ciri-ciri yang menciptakan nilai estetik adalah sifat (kualitas) yang memang telah melekat pada bentuk indah yang bersangkutan, terlepas dari orang yang mengamatinya.

Teori Subjektif menyatakan bahwa ciri – ciri yang menciptakan keindahan suatu benda itu tidak ada, yang ada hanya perasaan dalam diri seseorang yang mengamati sesuatu benda.

Teori atau konsep Yunani lama cenderung kepada konsep objektif, dimana keindahan karya dapat dicapai apabila bagian-bagiannya dapat diatur secara harmonis berdasarkan prinsip-prinsip tertentu.
Perbandingan sebagai acuan yang menetapkan standar keindahan karya, yang dapat menimbulkan perasaan puas untuk sementara waktu. Sementara itu konsep seni Herbert Read dan Santayana berpegang pada konsep modern yang beranggapan bahwa ”seni tidak selalu menyenangkan?” Ideal keindahan dapat bervariasi dan sangat tergantung kepada ideal dari tata nilai kehidupan. Keindahan adalah nilai (value) yang dibentuk cita rasa perasaan manusia yang bersifat subjektif, sebagai tangapan emosional terhadap kualitas bentuk suatu karya

Teori obyektif berpendapat bahwa keindahan atau ciri-ciri yang menciptakan nilai estetika adalah (kwalita)  yang memang telah  melekat  pada  benda  indah  yang bersangkutan, terlepas dari orang yang mengamatinya. Pengamatan seseorang hanyalah menemukan atau menyingkapkan sifat-sifat  indah  yang sudah  ada  pada  sesuatu benda dan sama sekali tidak berpengaruh untuk mengubahnya.Yang menjadi persoalan dalam teori ini ialah ciri-ciri khusus manakah yang membuat sesuatu benda menjadi indah atau dianggap bernilai estetis.

Filsuf seni dewasa ini menjawab bahwa nilai estetis itu tercipta dengan terpenuhi
asas-asas  tertentu mengenai  bentuk pada  sesuatu benda  (khususnya  karya  seni  yangdiciptakan  oleh  seseorang).Berlawanan  dengan  apa  yang dikemukakan  oleh  teori obyektif,  teori  subyektif  menyatakan  bahwa  ciri-ciri  yang menciptakan keindahan pada sesuatu benda  sesungguhnya  tidak ada.  Yang ada  hanyalah  tanggapan  perasaan  dalam diri  seseorang yang mengamati  sesuatu benda. 

Adanya  keindahan  semata-mata tergantung pada  pencerapan  dari  si  pengamat itu. Kalaupun dinyatakan bahwa sesuatu benda mempunyai nilai estetis, hal ini diartikan bahwa seseorang pengamat memperoleh sesuatu pengalaman estetis sebagai tanggapan terhadap benda itu.

Aristoteles masih memandang kesenian sebagai “imitasi” atau tiruan atau “pencerminan” dalam wujud yang indah dari apa yang sesungguhnya terdapat atau terjadi.

Dari pemaparan di atas,dapat di simpulkan bahwa Aristoteles memandang estetika dari sudut pandang obyektif terbukti dari pernyataan “ pencerminan” dalam wujud yang indah dan apa yang sesungguhnya terjadi.Kalimat tersebut mengandung makna bahwa estetika dapat timbul dari pristiwa alam suatu benda maupun buatan manusia.Namun tidak semua penilaian estetika terbntuk dari “pencerminan”dalam pristiwa alam maupun dari wujud benda tersebut,ada hal yang berasal dari kepribadian seseorang mencerminkan karakter orang tersebut.
Contoh,misalkan kepribadian orang tersebut tidak sabaran,emosi egois maka orang tersebut akan menyukai bentuk-bentuk yang abstrak,ekspresif,keras,dan sebagainya,berbeda dengan orang yang memiliki kepribadian yang penyabar,lebih menyukai bentuk-bentuk yang lembut,halus,nyata dan sebagainya.Estetika yang bersifat obyektif dan subyektif saling berkaitan dikarenakan manusia mahluk hidup yang memiliki penilaian yang berbeda terhadap benda yang sama.

Salam.